Perkembangan agroindustri seiring dengan banyaknya penerapan integrasi pertanian-peternakan berdampak terhadap perilaku dan peraturan yang digunakan di farm selama satu dekade terakhir. Dampak tersebut dapat terlihat dengan kesuburan tanah, struktur tanah, gulma, hama dan sebagainya. Meskipun harus menghadapi kesulitan seperti sejumlah tantangan dan peluang yang terkait, cenderung sangat mempengaruhi tingkat dan sifat dari integrasi pertanian dan peternakan. Beberapa hal yang patut dicermati terhadap dampak dan tantangan integrasi pertanian-peternakan diantaranya adalah :
ARTIKEL
Penggunaan pupuk kimia di tingkat petani menurut data Badan Pusat Statistik dalam Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) 2011 merupakan pengeluaran terbesar ketiga setelah biaya upah pekerja dan sewa lahan. Pada empat komoditas tanaman pangan yakni padi sawah, padi ladang, jagung dan kedelai, masing-masing menempati prosentase 14,13%; 13,34%; 16,64% dan 11,08% untuk biaya pupuk. Dalam tahap menuju sistem pertanian berkelanjutan, biaya pupuk sebagai ongkos terbesar ketiga juga berlaku pada komoditas lain seperti kacang tanah, kacang hijau dan ubi jalar. Meski kebutuhan nutrisi tambahan untuk tanaman merupakan hal yang penting, penggunaan pupuk yang tidak sesuai dosis justru akan menimbulkan kerugian. Selain mengubah keseimbangan hara tanah, pupuk berlebih juga dapat mengkibatkan ketergantungan dan kelainan pada tanaman. Selain itu, ketergantungan lahan dan tanaman terhadap pupuk juga mengakibatkan membengkaknya biaya produksi.
Layaknya sebuah kota besar lainnya, Kota Yogyakarta memiliki peluang pasar yang besar dalam bidang agribisnis, salah satu indikatornya adalah peningkatan permintaan masyarakat akan kebutuhan bahan pangan. Peluang tersebut harus didukung dengan tersedianya sumber daya alam meliputi lahan dan menurunkan konversi (alih fungsi) lahan pertanian menjadi non-pertanian yang meningkat tiap tahunnya.
Proses ahli fungsi tersebut harus dikendalikan demi keberlanjutan ketersedian bahan pangan. Salah satunya dengan menerapkan Integrated Farming System (IFS) atau sistem pertanian terpadu. “Peningkatan usaha peternak-petani dengan pemanfaatan lahan dan pelestarian lingkungan menjadi awal pemikiran Pemerintahan Yogyakarta dalam mencanangkan program Integrated Farming System (IFS) tahun 2005, kemudian baru melakukan sosialisasi kepada masyarakat tahun 2008 hingga 2009 dan terealisasikan tahun 2010 hingga kini” tutur Pak Tarno selaku Ketua Dinas Peternakan Yogyakarta.
Dewasa ini mulai gencar terdengar adanya program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA atau yang akrab disebut Asean Economic Community (AEC). Seperti telah diketahui bahwa AEC merupakan hasil dari kesepakatan kesepuluh anggota negara ASEAN dalam rangka The ASEAN Anual Summit Meeting di Singapura pada tahun 2007 lalu oleh para pimpinan negara. AEC merupakan implementasi yang menyepakati adanya pembangunan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN. Hal ini bertujuan untuk mempermudah arus barang maupun jasa antar negara ASEAN yang merupakan pasar tunggal di ASEAN. Terdapat lima hal yang menjadi fokus utama antara lain barang, jasa, aliran investasi, perpindahan barang modal dan tenaga kerja terampil yang secara bebas dalam siklus aliran pasar tunggal AEC.
Pro dan kontra terkait dengan dunia perdagingan kembali mengemuka. Kali ini dipicu oleh permintaan Presiden Joko Widodo agar harga daging sapi di tingkat konsumen tidak lebih dari Rp. 80,000.000,-. Tentu saja ini bukan hal yang mudah mengingat harga daging sapi di pasaran seperti di Yogyakarta masih berkisar pada harga Rp. 120.000,- (www.krjogja.com tanggal 3 Juni 2016). Harga tersebut masih sangat relatif tinggi dibandingkan dengan target yang dicanangkan oleh Presiden. Jika dilihat berdasarkan sistem produksi dan distribusi di lapangan saat ini, maka permintaan Presiden tersebut terkesan jauh panggang dari api. Dari sisi produsen, penurunan harga hingga 80,000, hanya bisa dicapai dengan penambahan kuota impor daging sapi maupun sapi bakalan. Akibatnya produsen lokal dalam hal ini peternak rakyat tentu akan menjadi korban dari harga daging yang dipatok murah.
Satu minggu terakhir ini kita dikejutkan oleh penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) Antraks oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo (SKH Kedaulatan Rakyat, 18 Januari 2017). KLB ini ditetapkan terkait dengan munculnya kasus Antraks di Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo. Kita patut mengapresiasi langkah cepat tanggap dari pemerintah untuk menetapkan kebijakan KLB ini. Dengan demikian penyebaran penyakit tersebut dapat diisolasi dan dikontrol agar tidak meluas ke wilayah lain di sekitar KLB.
Namun demikian, penetapan KLB ini juga memunculkan keresahan baru di tingkat masyarakat baik di kalangan peternak maupun konsumen rumah tangga. Sejak munculnya berita KLB di surat kabar, banyak kabar tentang dampak penyakit tersebut yang berseliweran di media sosial. Jika pemilik akun media sosial tidak memiliki pengetahuan memadai tentang apa itu Antraks atau mereka tidak mencoba mengkonfirmasi melalui sumber-sumber yang valid maka dikhawatirkan terjadi misleading tentang penyakit tersebut.
Awal tahun 2017, kita banyak mendapatkan informasi mengenai keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi beberapa komoditas pertanian seperti jagung, beras, telor ayam, daging unggas, dll. Namun demikian, tahun ini juga diawali dengan adanya kenaikan harga cabe rawit yang luar biasa, hingga mencapai lebih dari Rp. 100.000,- /kg. Cukup ironi, di satu sisi kita bangga dengan keberhasilan pemerintah, namun di sisi lain kita miris karena harga cabe melangit tanpa bisa dikontrol oleh pemerintah.
Lokasi Bumi Langit
Bumi Langit berlokasi di jalan Imogiri Mangunan KM 3, Desa Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Latar Belakang
Pendiri komunitas Bumi Langit yaitu Iskandar. Latar belakang pendirian komunitas ini adalah Iskandar ingin tinggal di Giriloyo yakni ingin mencari tempat jauh dari suasana kota yang menurutnya jauh dari kata sehat. Iskandar menciptakan Bumi Langit karena dia ingin menciptakan kehidupan yang sesuai hukum alam dimana kita mau tidak mau harus bergantung dengan alam dan berkehidupan bersama alam dan tidak merusak alam tersebut. Komunitas Bumi Langit berusaha mendorong kesadaran manusia akan peran dan tanggungjawab manusia untuk menjaga keseimbangan alam dan memberikan manfaat yang luas serta memfasilitasi masyarakat dalam mengaplikasikan pertanian secara terpadu atau permaculture.
Narasi besar yang dibangun oleh negara dalam hal ini pemerintah Presiden Joko Widodo terhadap sektor pertanian adalah didasarkan pada data yang menujukkan penurunan jumlah petani pengguna lahan yang menurun dibandingkan dengan hasil sensus pertanian 2003. Jumlah petani yang mencapai 31 juta juta pada tahun 2003 ternyata hanya tersisa 26 juta pada tahun 2013. Penurunan hingga sekitar 17% tersebut sungguh mengkhawatirkan karena ini berarti telah terjadi perpindahan mata pencaharian utama dari sektor pertanian ke sektor yang lain. Dengan kata lain sektor pertanian dianggap tidak lagi memberikan keuntungan bagi petani.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia pada akhirnya menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 63 Tahun 2016 yang mengatur harga pembelian di tingkat petani maupun konsumen untuk beberapa bahan pokok. Komoditas bahan pokok yang diatur dalam peraturan tersebut adalah beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabai, dan daging sapi. Keluarnya peraturan ini perlu kita apresiasi karena telah menunjukkan kehadiran negara di semua aspek kehidupan masyarakat khususnya di pasar komoditas bahan pokok. Ini tentu menjadi bukti dari apa yang telah berkali-kali diucapkan oleh Presiden Joko Widodo.
Recent Comments