Asean Economic Community atau sering disebut dengan AEC memang sedang menjadi pembicaraan yang sangat menarik dan hangat. Berawal dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia yang menyepakati Visi ASEAN 2020 yang berisi, (i) menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing yang tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang bebas, pembagian ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan social-ekonomi, (ii) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa, dan (iii) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan. Kemudian berlanjut pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke-6, ke-7) para pemimpin ASEAN menyepakati berbagai langkah yang bertujuan untuk mewujudkan visi yang telah diwacanakan tersebut (Departemen Perdagangan RI).
Pertanyaan “sudah siapkah?” menjadi salah satu pertanyaan yang sering kita dengar. Mangapa? Tujuan Liberalisasi jasa adalah menghilangkan hambatan penyedia jasa diantara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS), sementara tenaga kerja di Indonesia rata-rata memiliki tingkat pendidikan dan pola pikir yang masih jauh dengan tenaga kerja di kawasan ASEAN yang lainnya. Berdasarkan data Kemenakertrans per Agustus 2012, dari 118,05 juta tenaga kerja yang terdaftar, 82,10 juta merupakan lulusan sekolah dasar, 38,57 juta lulusan sekolah menengah pertama, mengikuti 27,65 juta lulusan sekolah menengah atas, dan 13,54 lulusan sekolah menengah kejuruan, hanya 3,87 juta lulusan diploma dan 8,17 juta sarjana (kemenperin.go.id). Menurut data tersebut, sepertinya tenaga kerja Indonesia harus bekerja keras untuk bersaing di tahun depan dan masyarakat juga harus sadar akan pentingnya pendidikan. Jika diperlukan, pendidikan di perguruan tinggi diperingan bukan malah dipermahal. (Rizky/Galusia Edisi XXX)