Dusun Serut yang terlihat asri dan tertata rapi terletak di Desa Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dusun ini dipimpin oleh seorang yang sangat peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Ialah Rohmat Tobadiana, S.Pd. dengan panggilan akrab Toba. Beliau adalah penggagas berdirinya dusun belajar bersama atau biasa disebut dusun hijau.
Dusun Serut berangkat dari tiga filosofi, yakni ekologi, sosial dan ekonomi. Ekologi berkaitan dengan bagaimana masyarakat di dusun ini mengelola sumberdaya yang ada berdasarkan prinsip-prinsip keharmonisan. Artinya, didasarkan pada daya dukung lahan dan kondisi lingkungan. Singkatnya bisa disebut memperhatikan aspek lingkungan hidup. Kedua, sosial itu berkaitan dengan budaya dan masyarakat setempat. Ketiga, aspek ekonomi, itu berkaitan dengan dampak dari penerapan dua filosofi awal tadi. Artinya, pelaksanaan prinsip-prinsip ekologi dan sosial ternyata memiliki implikasi positif bagi perekonomian warga Dusun Serut. Atas prinsip-prinsip itulah Dusun Serut menjadi kampung hijau, bukan sebagai desa wisata.
Toba sebagai alumni Jurusan Sejarah, Universitas PGRI Yogyakarta ini, melakukan semua perubahan dan tata ruang dari dusun tersebut. Bermula dari gempa bumi yang memporak-porandakan Bantul pada 2006 silam. Akan tetapi, sesungguhnya Toba sudah merintis jalan saat pertama kali diangkat menjadi kepala dusun, yaitu pada tahun 2000-an. Saat itu, beliau sudah mengajak warganya bertani dengan pendekatan organik, meskipun tak berhasil, sebab masih sulit mengubah kultur bertani yang sudah mapan. Dapat dikatakan desa serut dapat maju karena adanya campur tangan pak Toba. Berbagai pengalaman yang dimiliki Toba dalam bidang pertanian dan peternakan kemudian di aplikasikan pada pembangunan Dusun Serut.
Sejak tahun 1995 Toba sudah mengajak anggota masyarakat untuk mengikuti pelatihan yang berbasis peternakan dan pertanian. Pengalaman dan motivasi yangmembangkitkan semangat gotong royong antar sesama warga Serut. Dusun Serut juga mulai menerapkan sistem intregrasi pertanian dan peternakan, ada pula rumah produksi tahu dan tempe, pembuatan produk kompos dan pupuk, serta pembuatan sirup srikaya.
Dusun Serut kini sudah memiliki peternakan dan pertanian yang baik. Baik itu secara berkelompok dan atau secara individu. Peternakan yang berkelompok biasanya memiliki satu kandang besar yang akan diisi oleh ternak dari beberapa orang, salah satunya kandang ternak kambing super. Program lain di bidang pertanian adalah kelompok wanita tani. Anggota kelompok wanita tani akan bekerja sama untuk mengelola pertanian dengan sistem bagi hasil dimana hasil pertanian akan dibagi untuk pemilik lahan dan jumlah anggota.
Salah satu program unggulan dari Dusun Serut yakni Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Kepala Dukuh dipercaya warga untuk mengemban amanah memimpin Posdaya Edelwys. Salah satu kegiatan yang menarik dari pemberdayaan yang dilakukan Posdaya Edelwys adalah pemberdayaan ekonomi dengan memanfaatkan sampah dan limbah. Pengolahan sampah menjadi kompos bukan hanya untuk menyuburkan tanah kebun dan persawahan tetapi mampu menambah penghasilan.
Pengembangan produksi pupuk ini ditangani oleh mantan karyawan Dinas Pertanian Bapak Tujiman, yang sejak tahun 1996 sudah berlatih membuat pupuk mulai padat hingga yang cair. “Hasil produksi pupuk ini yang memasarkan adalah warga Dusun Seru. Pupuk yang diberi nama PGS (pupuk gawean Serut – pupuk buatan Serut). Semua lahan sawah dan kebon yang ada di Dusun Serut sudah menggunakan pupuk hasil karya sendiri, dan hasilnya bagus. Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk di Dusun Serut salah satunya mesin pengayakan dan pengolahan pupuk dengan kapasitas cukup besar bagi sebuah dusun seperti Serut ini ” papar Tujiman.
Keberhasilan Dusun Serut bangkit dan tumbuh berkembang mampu mengundang beberapa tamu mancanegara bahkan mereka sempat magang di Dusun Serut ini, di antaranya yang berasal dari Jepang, Mozambi, sedangkan tamu dalam negeri sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Itulah kebangkitan Serut dengan Posdaya Edelwysnya siap menyambut harapan yang lebih baik, sekaligus dapat menjadi contoh bagi dusun-dusun lain untuk berkembang dengan semangat gotong royong warga secara mandiri.
“Dusun Serut bukanlah dusun wisata tetapi dusun belajar bersama karena kami belum siap disebut sebagai desa wisata. Sebagai desa wisata kami akan mendapatkan limbahnya, disini kami hanya memfasilitasi hingga kegiatan selesai, sehingga lebih baik dikatakan dusun belajar bersama karena banyak aspek yang perlu diperbaiki dan dengan datangnya tamu kita dapat saling berbagi informasi” jelas Toba (Wulan/Galusia Edisi XXIX)